Religius

Shalat Dhuha Menurut Ustad Yusuf Mansur

Salat Dhuha itu sing ikhlas. Jangan karena pingin kaya. Jangan karena pingin pintu rizki dibuka. Jangan karena pingin banyak duit.

Ustadz Yusuf Mansur (Foto; Kiblatnet)

ENERGIBANGSA.ID – Di dalam buku The Miracle of Giving, saya tulis tidak mengapa kita melakukan ibadah dan mengejar apa yang Allah janjikan.

Ketika yang lain menamakan bahw koka apa yang kita lakukan adalah pamrih dan atau tidak ikhlas, saya menyebutnya sebagai iman. Percaya. Karena saya percaya dengan apa yang diseru Allah dan RasulNya, begitu pula dengan yang saya kerjakan.

Ketika Allah dan RasulNya menyuruh untuk dhuha agar rizki terbuka, dan menjanjikan keutamaan dhuha bisa begini begitu, ya saya sambut. Saya kerjakan. Sepenuh hati. Ini juga yang namanya ikhlas.

Bahasa entengnya; nurut. Tunduk. Percaya sama Allah Yang Maha Dipercaya. Masa, janji yang dijanjikan oleh Yang Maha Benar kita sia-siakan? Iya enggak? Sambut, percayai, yakini, dan jalani. Muantab.

Apa lagi yang utama selain begini? Ketika yang lain menjalankan dhuha kosongan (tidak berharap apa-apa), saya mah mengerjakan dengan “isi”. Maksudnya, dengan doa.

Doa itu permintaan. Doa itu penyampaian harapan.

Enggak usah pakai dhuha, doa boleh dipanjatkan. Betul. Doa mah enggak dhuha juga enggak apa-apa. Apalagi tentu kalau mau membarengi dengan dhuha sebagai amal shaleh pengiring doa. Yang lain, yang tidak meminta sama Allah, akan pulang dengan membawa pahala dhuhanya saja.

Sedang saya dan jutaan orang yang meminta kepada Allah dengan mendahului dhuha, akan pulang dengan membawa pahala dhuha, keyakinan, dan pahala doa.

Saya enggak mau dengerin orang yang ngomong begini: “Jangan minta terus sama Allah. Malu.” Maksudnya sih pasti bagus. Tapi saya enggak mau pakai kalimat itu, dan saya lebih suka pakai kalimat: “Minta terus sama Allah. Sering-sering. Tapi jangan lupa amal salehnya, ibadahnya, juga tauhidnya diperbaiki.”

Ada lagi yang mengatakan, siapa yang dhuha karena masalah, karena pingin rizki, maka ketika sudah dibuka rizki, setelah masalahnya selesai, akan selesai juga dhuhanya.

Lah, ini dua tesis yang dijadikan satu frasa. Cukup membingungkan !

Sedang Allah sendiri yang bilang, bahwa dhuha itu bener-bener pintu rizki dan jalan kalau masalah mau ditolong Allah. Lalu kita datang menyambut, maka turunkanlah rizki, dan selesailah masalah. Apa ini salah?

Kalau kemudian orang itu berhenti dhuhanya, ya jangan salahin sistemnya. Jangan salahin keyakinan yang pertama. Salahin aja orangnya.

Kenapa dia enggak bersyukur. Mestinya kan kalau sudah dibukakan rizki, dibukakan jalan, ya diistiqomahin dong. Ditetapin dong, dhuhanya. Jangan malah berhenti. (*)

Artikel ini juga tayang di kumparan.com (17/7/2020)

Related Articles

Back to top button