
China dan Pendekatan Keagamaan ala Jiang Zemin
Oleh : Imron Rosyadi Hamid
Selama ini China dipersepsikan oleh banyak pihak sebagai Negara “Anti Agama” tetapi tidak banyak yang tahu, bahwa sebenarnya Pemerintahan China telah mengalami perubahan mendasar dalam membuat kebijakan atas agama-agama yang dianut rakyatnya yang memiliki akar ribuan tahun.
Setelah jatuhnya Mao Zedong Tahun 1976, kebijakan open door policy yang digagas oleh Deng Xiaoping tahun 1978 telah banyak membuka ruang akomodasi terhadap umat beragama di China.
Tahun 1982, Deng Xiaoping menerbitkan Document (Peraturan) No. 19 tentang Kebijakan Kebebasan Beragama dengan memasukkan program bantuan bagi organisasi keagamaan dan pembangunan/ renovasi rumah ibadah.
Data menunjukkan akibat dari kebijakan Deng Xiaoping ini jumlah gereja Katolik yang pada tahun 1983 hanya 300 buah meningkat tajam menjadi 2100 (Tahun 1987) dan meningkat 5000 buah di Tahun 1997.
Jumlah umat Katolik pada tahun 1986 hanya 3,3 juta meningkat tajam menjadi 12 juta pada Tahun 1994. Kebijakan Deng Xiaoping yang akomodatif terhadap kehidupan beragama ini dilanjutkan oleh penerusnya: Jiang Zemin.
Pada bulan Desember 2001, Presiden Jiang Zemin berpidato di depan politbiro dan Dewan Negara yang menyelenggarakan pertemuan “National Religious Work Meeting” dengan mengatakan Zhongguo zongjioao zhenghe qibu’ (memulai kembali kebebasan beragama di China) dengan mengatakan tiga karakteristik agama : pertama, agama-agama harus dipertimbangkan sebagai fenomena praksis yang telah tumbuh berkembang sejak lama.
Kedua, agama secara positif bisa mendukung pembangunan nasional dan stabilitas sosial, dan ketiga, agama selalu menjadi faktor dalam politik international. Kebijakan Jiang Zemin ini menjadi salah satu acuan yang terus dilakukan pemimpin-pemimpin China hingga sekarang bahkan berbagai formula kebijakan Presiden China Xi Jinping berkait agama-agama di China semakin konstruktif.
Di antaranya National Action Plan 2016-2020 tentang HAM dan yang baru diluncurkan tanggal 27 Maret 2019 lalu tentang Democratic Reform di Tibet yang di Bab VIII secara spesifik mengatur tentang Protecting The Freedom of Religious Belief.
Daerah Tibet selain dihuni mayoritas Budha tetapi ada 12 ribu muslim asli dengan empat masjid besar. Berdasarkan data terbaru, jumlah masjid di seluruh China sekarang lebih dari 39 ribu buah.
Dan kini, China akan membangun kota Islam terbesar di dunia. Itu merupakah langkah spektakuler untuk ukuran Negara yang sering disebut ‘komunis’. Apakah itu kurang membuktikan betapa China kini telah menghargai agama? Mari kita renungkan bersama.
*Rois Syuriyah PCINU Tiongkok