ENERGIBANGSA.ID — Di tengah polemik umrah digital ini, KH Zahrul Azhar Asad selaku Pengasuh Pondok Pesantren Queen Al Azhar Jombang, memberikan perspektif dan masukan bagi pihak terkait.
Kiai muda NU yang akrab disapa Gus Hans ini menilai tidak semua teknologi bisa diterapkan.
Ia mencontohkan bagaimana teknologi cloning manusia sudah bisa Jepang lakukan namun terbentur etika sehingga tidak bisa diterapkan.
Begitu juga umrah sebagai ibadah bagi umat Islam mengandung aturan dan nilai di dalamnya.
“Ketika memandang ibadah sebagai objek bisnis semata inilah yang terjadi,” ungkap Gus Hans kepada TribunJakarta.com, Minggu (21/7/2019), saat mengomentari Umrah Digital Enterprise yang digagas Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Arab Saudi.
Jangan sampai munculnya umrah digital mematikan PPIU, lembaga yang selama ini sudah memenuhi persyaratan memberangkatkan calon jemaah umrah dan mengikuti aturan Kemenag.
Jika memang Pemerintah memiliki iktikad baik, mengaca pada kasus travel umrah bodong yang sempat booming dalam beberapa tahun belakangan, harusnya biro travel umrah dilatih dan regulasinya diperketat.
[Baca Juga : Tokopedia dan Traveloka Garap Aplikasi Umrah Digital, Bagaimana Nasib Agen Travel?]
“Bukan menghadirkan teknologi yang mematikan lembaga lain (PPIU, red) yang sudah memenuhi persyaratan di Kemenag,” sambung dia.
Gus Hans turut mengingatkan Pemerintah dalam hal ini Kemenkominfo untuk tidak terjebak dalam internal Pemerintah Arab Saudi.
Arab Saudi yang puluhan tahun terpaku perekonomiannya dengan minyak, sadar dan mulai melirik basis pemasukan untuk negara dengan memanfaatkan negara dengan populasi Muslim terbanyak untuk banyak berumrah ke Tanah Suci.
Selama ini, umat Muslim di Indonesia melaksanakan ibadah umrah ke Tanah Suci murni untuk ibadah.
“Dalam hal ini Indonesia harus cermat dan jangan sekadar dijadikan pasar. Kalau kita sekadar pasar dan ibadahnya sendiri tidak menjaga kesucian dan marwah Tanah Suci, yang ada kita banyak-banyakan kirim orang ke sana,” terang Gus Hans.
Melihat eksistensinya selama ini, PPIU harus dilibatkan ketika Pemerintah Indonesia membahas soal Umrah Digital Enterprise.
Pemerintah tak cukup jalan sendiri dan mempercayakan begitu saja pada teknologi.
Sementara tugas Kemenag ke depannya lebih memperketat dan menyadarkan calon jemaah umrah untuk berpikir realistis, tak sembarang memilih biro travel umrah atau PPIU yang menawarkan harga murah, yang penting bisa umrah.
“Ajak masyarakat kita berpikir realistis. Mereka calon jemaah umrah harus diyakinkan bahwa dalam bisnis umrah ada unsur ke-ekonomian, ada berkah,” jelas Gus Hans.
Dalam Islam, tijarah atau dagang diperbolehkan. Tapi kalau ibadah merugikan orang lain, maka esensi ibadah itu tidak dapat, lanjut ia.
Mengaca pada kasus First Travel, tak sedikit calon jemaah umrahnya menjadi korban.
Satu sisi biro umrahnya hanya mengedepankan bisnis, tapi calon jemaahnya tergiur asal bisa umrah.
“Peran pemerintah hadir memberikan penyadaran dan keilmuan bagi masyarakat,” ucap dia.
Biro travel umrah yang tergabung dalam PPIU pun harus sadar bahwa Islam menuntut profesionalisme.
Ada etika dan muamalah dalam bisnis umrah yang harus sesuai dengan nilai-nilai Islam.
“Biro umrah yang tidak profesional, dia lebih hina dan lebih kejam dari penista agama,” ungkap Gus Hans.
Mereka, tambah ia, hanya mementingkan uang dari umrah dan menjual Kakbah dialah sebenar-benarnya penista agama.
[ Baca juga : Sinkronisasi, Buka Peluang Umroh Masuk MarketPlace ]
Gus Hans setuju dengan Kemenag, bahwa prinsip penyelenggaraan umrah tetap dilakukan oleh PPIU sekalipun ada upaya mengembangkan bisnis digital terkait umrah.
Merujuk informasi yang dimiliki tim energibangsa.id, Kemenag akan mengembangan umrah digital bersifat optional atau pilihan.
Artinya, masyarakat yang akan berangkat umrah bisa memilih dua cara.
Pertama, mendaftar di PPIU secara langsung sebagaimana yang berjalan selama ini
Atau kedua memilih paket PPIU yang ada di market place dengan keberangkatan tetap oleh PPIU.
Adapun Traveloka atau Tokopedia tidak menjadi penyelenggara umrah.
“Kalau begini opsinya agak masuk akal. Sama halnya Traveloka memberikan penjualan tiket. Tapi di umrah ada unsur manasik dan pembelajaran yang itu dilakukan dengan melibatkan orang yang paham,” beber Gus Hans.
Sekiranya Traveloka dan Tokopedia memberikan harga tiket dan hotel malah bagus.
“Jadinya, sesama PPIU menjadi kompetitif dan terdorong memberikan servis terbaik untuk jemaah umrah,” katanya.
Dengan demikian penyelenggaraan umroh dengan basis digital bisa berjalan lancar dan tidak terjadi kesrengawutan.
Artinya tidak ada salah satu pihak merasa dirugikan, baik itu biro travel haji dan umrah, Tokopedia, Traveloka dan calon jemaah umroh.
Apakah kamu mau mendapatkan informasi dan kabar baik tentang Indonesia dari media energibangsa.id?