ENERGIBANGSA.ID – Amazara, sebuah brand sepatu lokal asal Jogja akan segera gulung tikar pada bulan depan. Hal tersebut disampaikan oleh pendiri Amazara, Uma Hapsari melalui postingan di akun Instagramnya.
Uma, begitu biasa disapa, mengaku usaha yang telah ia rintis sejak November 2015 itu telah mendulang sukses besar hingga akhir tahun 2018. Namun semenjak ia mengalami perceraian dalam bahtera pernikahan, bisnis yang memakai nama anaknya itu mulai kalang kabut.
“My divorce took so much energy that throughout this year I couldn’t even perform well at my job (Perceraian saya menguras banyak energi sehingga sepanjang tahun ini saya tidak bisa menunjukkan kinerja yang bagus pada pekerjaan saya). Bahkan datang ke kantor pun tak sanggup.” tulis Uma pada caption postingannya.
Sedih, bisnis yang menyediakan ragam jenis sepatu wanita seperti heels, sneakers dan flat shoes ini harus terhenti. Uma menyadari bahwa sebagai seorang pemimpin dan pemilik usaha ia harus siap disalahkan dan bertanggungjawab penuh atas segala yang terjadi.
Jika ditinjau dari sisi psikologis, bagaimana sebuah perceraian dapat berpengaruh pada bisnis yang sedang dijalani?
Perihal keterkaitan hubungan percintaan dengan urusan pekerjaan pernah diteliti oleh Family Justice Organisastion. Berdasarkan survei tersebut, sekitar sembilan persen pekerja mengaku meninggalkan pekerjaan yang dijalani karena rusaknya hubungan mereka dengan pasangan.
“Apa yang terjadi di luar tempat kerja terkadang menghasilkan efek yang mendalam pada kegiatan di tempat kerja,” kata Jo Edward, kepalaĀ Family Justice Organisation dikutip Energi Bangsa dari Liputan6.
Sama halnya dengan survei tersebut, studi dari The Guardian juga menunjukkan hal yang serupa. 15 persen dari total responden yang diteliti menunjukkan produktivitas yang semakin menurun akibat pertengkaran atau perpisahan dengan pasangan.
Dalam studi itu pula perempuan lebih cenderung mengabaikan aktivitas keseharian dan mencoba mengalihkan ke hal-hal yang dianggap dapat mengobati luka hati mereka.
Berdasarkan data yang dikutip Energi Bangsa dari laman website Mahkamah Agung, tercatat ada 419.268 pasangan yang bercerai sepanjang tahun 2018. Dari jumlah tersebut, permohonan cerai lebih banyak diajukan oleh pihak perempuan dengan total 307.778 orang.
Tak hanya dominan dalam inisiatif pengajuan cerai, ternyata efek dari perceraian pun lebih banyak dirasakan oleh para perempuan, salah satunya pada aspek psikologis.
Dr. Constance Ahrons, Ph.D, seorang mediator, penasehat perceraian, sekaligus penulis buku āThe Good Divorceā mengatakan bahwa wanita akan mengalami pukulan yang berat usai perceraian. Contohya seperti kekhawatiran di lain sisi yang menyakitkan khususnya jika ia telah memutuskanĀ berhenti bekerja karena menikahĀ dan mengurus anak-anak.
Tak hanya perasaan khawatir dan cemas, perempuan akan mengalami tingkat stres dan tekanan psikologis yang lebih tinggi ketimbang pria pasca perceraian. Pikiran stres inilah yang membuat para perempuan dapat dihantui rasa bersalah hingga kehilangan fokus. Salah satunya dalam ranah pekerjaan.
Namun fakta yang diperoleh dari The Guardian menunjukkan bahwa perempuan akan lebih bahagia dalam menjalani hidup usai perceraian. Kaum hawa umumnya mampu melewati dan melupakan duka akibat perceraian selama kurang lebih dua tahun.
Sobat Energi, ketika badai menghantam romansa pernikahan, coba pikirkan dan pertimbangkan dengan matang solusi yang tepat untuk masalah tersebut. Jika memungkinkan, hindarilah perceraian. Namun jika perceraian ternyata adalah langkah satu-satunya, semoga ada cahaya terang selepas duka itu.
Mengutip pernyataan Uma dalam Instagramnya, “It’s okay not to be okay“. Namun jangan terlalu lama berlarut dalam kesedihan, sebab hidup harus terus berjalan sehingga kita harus tetap produktif.
[…] [Baca juga: Berkaca dari Brand Amazara, Bagaimana Perceraian Bisa Berpengaruh Pada Bisnis Anda?] […]